Masinton Tolak Wacana Presiden Dua Periode Maju Lagi Jadi Cawapres

 

ASHA, Jakarta – Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu menolak wacana presiden yang sudah menjabat selama dua periode bisa maju kembali menjadi calon wakil presiden di periode berikutnya.

Masinton menilai wacana tersebut tidak tepat, karena sistem pemerintahan Indonesia tak menganut sistem parlementer.

“Tidak tepat kalau seseorang yang pernah menjabat presiden, karena konstitusi membatasi periodisasi masa jabatannya, kemudian beralih mencalonkan diri sebagai wakil presiden,” kata Masinton, Kamis (15/09) seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Masinton menerangkan UUD 1945 membawa semangat reformasi yang di dalamnya telah mengatur pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden hanya dua kali lima tahun atau dua periode.

Dengan semangat tersebut, menurut dia, wakil presiden merupakan pembantu presiden.

“Dalam sistem parlementer membagi kekuasaan antara kepala negara yang dijabat oleh presiden, sedangkan kepala pemerintahan dijabat oleh perdana menteri,” katanya.
Sebelumnya, wacana presiden dua periode bisa kembali maju sebagai cawapres di periode berikutnya sebelumnya disampaikan Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono.

Menurutnya, tak ada larangan presiden yang telah habis masa jabatan kembali maju di periode berikutnya sebagai wapres.

Pernyataan Fajar merujuk Pasal 7 UUD 1945 yang berbunyi, “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.”


Menurut Fajar, bunyi pasal itu bukan larangan bagi presiden dua periode untuk menjadi wakil presiden di periode berikutnya. “Kata kuncinya kan, ‘dalam jabatan yang sama’,” kata dia.

Namun, pendapat Fajar itu dinilai salah. Hal itu disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008, Jimly Asshiddiqie.
“Statemen Humas MK bukan putusan resmi MK, jangan jadi rujukan. Staf pengadilan dilarang bicara substansi. Lagian isinya salah,” kata Jimly melalui akun twitternya.

Jimly yang kini menjadi Anggota DPD asal DKI Jakarta itu menambahkan, UUD 1945 sudah mengatur presiden hanya menjabat selama 2×5 tahun. Sesudahnya tidak boleh lagi, termasuk jadi wapres.

“Jika setelah dilantik, presiden meninggal wapres langsung naik jadi presiden,” ungkap Jimly.
Dia menilai Pasal 7 UUD 1945 tidak boleh hanya dibaca secara harfiah melainkan harus dibaca secara sistematis dan kontekstual.

Ia lalu menyinggung Pasal 8 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh wakil presiden sampai habis masa jabatannya”.

Jika Jokowi jadi Wapres 2024, tutur Jimly, maka Pasal 8 ayat 1 UUD 45 tidak dapat dilaksanakan karena akan bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945.

Sumber : SuaraIslam